01/12/2020 743 Readers
Kawasan perkebunan kelapa sawit yang berlokasi di Kalimantan Tengah tersebut saat ini menjadi rumah bagi 16 spesies burung pemangsa atau 55% dari total jumlah spesies tersebut di Pulau Kalimantan (termasuk Brunei Darussalam dan Malaysia).
Senior Assistant Conservation Indonesia Wilmar International, Surya Purnama, mengatakan, area konservasi seluas sekitar 4.000 hektare (ha) tersebut telah diidentifikasi melalui penilaian area bernilai konservasi tinggi (NKT) yang dilakukan sebelum pembukaan kebun. Termasuk melalui konsultasi publik.
Dari hasil penilaian para ahli, perusahaan memperoleh rekomendasi untuk melakukan konservasi pada area-area yang diidentifikasi. Para ahli juga memberikan rekomendasi untuk pengelolaan dan monitoring.
“Penilaian area-area NKT terdiri dari area-area yang mempunyai nilai, seperti fungsi habitat, fungsi jasa ekosistem, ekosistem unik/langka, hingga area dengan fungsi sosial budaya masyarakat setempat,” kata Surya melalui keterangan resmi, Rabu (2/9).
Dia menjelaskan, burung pemangsa umum ditemukan di perkebunan kelapa sawit karena banyak tersedia mangsa, seperti tikus dan ular, yang merupakan mangsa bagi Elang tikus (Elanus Caeruleus) dan Elang-ular Bido (Spilornis Cheela).
Dalam catatan tim konservasi, pernah dijumpai 14 ekor Elang Tikus dalam satu lokasi. “Ini merupakan salah satu rekor, karena biasanya Elang Tikus hanya berkumpul antara 4 – 6 ekor dalam satu tempat,” tutur dia.
Pihaknya telah melaksanakan beberapa program demi menjaga kelangsungan burung pemangsa yang berada di PT MSM. Diantaranya, melakukan pengelolaan dan pemantauan secara rutin kawasan konservasi, sosialisasi kepada staf dan karyawan perusahaan, termasuk penelitian mengenai penggunaan habitat dan perilaku beberapa jenis burung pemangsa.
Keberadaan burung pemangsa juga dapat dimanfaatkan sebagai predator alami bagi hama perkebunan sawit. Contohnya, Elang Tikus dan Elang-Ular Bido dapat memangsa tikus, sedangkan Alap-Alap Capung (Microcierax Fringillarius) memangsa dan mengontrol serangga.
Perusahaan juga mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam pelestarian burung pemangsa melalui sosialisasi. Sebab, burung pemangsa tersebut menghadapi sejumlah ancaman, antara lain kebakaran lahan dan hutan serta pembukaan kawasan konservasi untuk tambang.
“Masyarakat perlu dilibatkan dalam upaya konservasi, seperti rehabilitasi hutan dan sosialisasi intensif melalui pertemuan formal dan informal,” kata Surya.