23/07/2021 1.076 Readers
Ditengah tuntutan global yang menuntut sustainability dan traceability, perusahaan kelapa sawit perlu mempercepat pemanfaatan teknologi digital, salah satunya menggunakan software aplikasi Electronic Plantation Control System (ePCS).
Penggunaan software aplikasi khusus perkebunan ini diyakini mampu merampingkan operasional di lapangan dengan mengganti pencatatan data secara konvensional menjadi pencatatan data secara digital. Jika sebelumnya untuk pengambilan keputusan, perseroan harus menunggu data terkumpul hingga closing, saat ini semua data bisa diperoleh secara realtime.
Menurut Chief Executive Officer (CEO) eKomoditi Indonesia, Ferron Haryanto, pandemi covid-19 saat ini menuntut percepatan adopsi teknologi di seluruh lini operasional perkebunan dan pabrik kelapa sawit, tidak terkecuali di Indonesia.
Menurutnya, dalam situasi pandemi sekarang ini sangat tidak memungkinkan bagi perusahaan untuk melakukan perjalanan langsung ke site. Oleh karena itu semua kegiatan monitoring operasional perkebunan dan pabrik harus dilakukan melalui operation center dari kantor pusat.
“Dari operation center di kantor pusat, seluruh data bisa akses saat itu juga, meliputi operasional perkebunan dan pabrik pengolahan crude palm oil bisa dimonitor secara realtime menggunakan aplikasi ePCS sebagai backbone system," katanya (22/07)
Ferron Haryanto juga menjelaskan aplikasi ePCS berbasis teknologi digital tidak hanya untuk mencatat data produksi, panen, angkut dan logistik, tapi juga untuk memantau aktivitas perawatan kebun yang sebelumnya masih menggunakan sistem konvensional dengan ratusan tenaga kerja.
"Melalui digitalisasi ini, kita bisa melakukan tracking pekerjaan based-on data sehingga semua bisnis dapat memenuhi prinsip-prinsip traceability dan sustainability," ujarnya.
Aplikasi Electronic Plantation Control System yang diimplementasikan di perkebunan kelapa sawit telah disesuaikan dengan workflow perusahaan penggunanya untuk meningkatkan fungsi kontrol operasional yang lebih efisien dan berproduktifitas tinggi agar perusahaan semakin efektif dan kompetitif di tingkat global.
“Proses inisiasi di lapangan berlangsung kurang lebih empat bulan dimana tim eKomoditi Indonesia akan melakukan trial ePCS dan diteruskan dengan pengembangan lebih lanjut sesuai workflow perusahaan penggunanya,” kata Ferron.
Menurut Ferron Haryanto, kunci utama untuk mempercepat implementasi teknologi digital di perkebunan bergantung pada kemampuan adaptasi manajemen. Oleh karena itu, semua pihak harus bisa beradaptasi dengan teknologi digital sebagai solusi dan tidak melihatnya sebagai hambatan.
"Kami mendukung sepenuhnya prinsip-prinsip sustainability dan traceability dengan implementasi teknologi digital di perkebunan kelapa sawit untuk menjawab tekanan masyarakat internasional terhadap produk minyak sawit Indonesia," katanya.
Bukan rahasia umum, ekspor minyak sawit Indonesia dan negara produsen lain kerap menghadapi hambatan di pasar global. Awal tahun 2021, pemerintah Amerika Serikat memblokir ekspor minyak sawit yang berasal dari sebuah perusahaan asal Malaysia.
“Kampanye negatif terhadap minyak sawit harus kita lawan secara cerdas, salah satunya dengan mengadopsi teknologi digital di semua lini bisnis industri kelapa sawit,” kata Ferron Haryanto. (*)