22/11/2020 803 Readers
Pandangan ini tentu tidak berlebihan mengingat data sebagai komoditas baru telah melahirkan beberapa perusahaan raksasa seperti Google, Amazon, Apple, Facebook dan Microsoft, yang kian tak terhentikan dan kini perusahaan-perusahaan tersebut terdaftar sebagai perusahaan paling berharga di dunia.
Harus diakui, pada era yang lalu minyak bumi memang menjadi sumberdaya yang paling berharga. Namun sejak dasawarsa terakhir, peran penting minyak bumi telah tergantikan oleh sumberdaya baru yang bertumpu pada teknologi digital dan kini telah mengubah semua data dan informasi dalam format digital (digital transformation).
Transformasi digital sendiri dimaknai sebagai adopsi teknologi digital untuk mengubah layanan atau bisnis melalui peralihan proses dari manual ke digital. Termasuk dalam hal ini adalah mengganti teknologi digital lama dengan teknologi digital yang lebih baru.
Data Mining di Perkebunan Kelapa Sawit
Sebagai sumberdaya yang berharga, data yang tersedia harus memiliki integrasi dan keandalan agar dapat dianalisa secara signifikan guna memberikan wawasan bisnis yang tepat. Melalui integrasi data secara digital ini dimungkinkan adanya inovasi dan kreativitas baru, selain efisiensi dan otomatisasi.
Oleh karenanya pengumpulan data (data mining) di perkebunan kelapa sawit harus diorganisir dengan baik. Setiap pengelolaan data yang tidak tepat pada kenyataannya justru akan mengganggu proses bisnis itu sendiri.
Namun demikian, mengelola sejumlah besar data tersebut juga bukan perkara yang mudah, mengingat besarnya kapasitas dan beragamnya bentuk data perkebunan kelapa sawit. Disisi lain besarnya volume data yang harus dikelola oleh organisasi perusahaan telah menjadi tantangan tersendiri.
Sebagaimana diketahui, perkebunan kelapa sawit terletak di daerah terpencil dengan sedikit atau bahkan tidak ada fasilitas jaringan internet. Sehingga data-data yang dikumpulkan masih dalam berbagai bentuk konvensioal.
Praktik yang biasa adalah bahwa data yang diperoleh di lapangan akan dicatat secara manual oleh masing-masing unit kerja, kemudian direkap pada malam hari dan baru diserahkan pada keesokan harinya.
Dengan kondisi demikian, konsolidasi data akan mengalami keterlambatan yang pada akhirnya akan menganggu dalam proses pengambilan keputusan bisnis, karena kesimpulan yang dibuat hanya berdasarkan data sekunder yang tidak lagi real-time dan cenderung sudah usang.
Dalam konteks ini, transformasi digital menjadi sangat penting guna menjawab berbagai tantangan pasar yang menuntut kecepatan, kecermatan dan ketelitian.
Tanpa digitalisasi data yang terintegrasi, panjangnya rantai bisnis minyak sawit telah menyebabkan semakin rumitnya proses traceability. Akan cukup sulit untuk mengetahui bagaimana minyak sawit diproduksi, kapan mulai ditanam, apakah perkebunan tersebut melanggar prinsip sustainability, siapa saja yang terlibat dan sebagainya.
Big Data Analysis di Perkebunan Kelapa Sawit
Tentu tidak mudah bagi produsen minyak sawit untuk merealisasikan tuntutan ini mengingat kompleksnya alur bisnis kelapa sawit sejak dari sektor hulur hingga ke hilir yang melibatkan jutaan orang.
Rangkaian proses produksi minyak sawit sejak dari hulu hingga ke hilir merupakan pengelolaan mahadata (big data) yang mustahil dipecahkan tanpa proses digital yang melibatkan kecerdasan buatan (artificial intelligence), otomatisasi dan analitik prediktif yang canggih.
Sementara traceability menuntut ketersediaan data selengkap-lengkapnya mulai dari penanaman, perawatan, proses panen, pengolahan awal, pengolahan lanjut hingga produk-produk derivasinya.
Berdasarkan kondisi tersebut PT. eKomoditi Solutions Indonesia merelease software aplikasi berbasis android yang mengintegrasikan semua data di lapangan (infield) bernama EPCS (Electronic Plantation Control System).
Software ini dikembangkan dalam perangkat android, yang mengganti administrasi manual pekerjaan umum, absensi karyawan, perawatan, pemupukan, proses, panen, perhitungan buah, transportasi, dan sortasi pabrik.
Proses input dan pelaporan data dapat dilakukan secara cepat dan cermat, sehingga mengurangi kesalahan serta ketidaksesuaian karena telah dilengkapi dengan global positioning system (GPS) yang berupa foto real di lapangan. Selain itu, penggunaan EPCS akan mengurangi adanya data ganda dan penggunaan laporan fisik.
Sebagai aplikasi karya anak bangsa, Electronic Plantation Control System (EPCS) dapat diandalkan untuk merecord dan melakukan analisis mahadata (big data) di perkebunan, khususnya perkebunan kelapa sawit. Software aplikasi EPCS sendiri telah diimplementasikan di beberapa perkebunan kelapa sawit dan karet tidak hanya di Indonesia namun juga di Malaysia.
Penggunaan aplikasi EPCS memungkinkan seluruh informasi dari setiap tahapan pekerjaan dapat terekam secara digital. Data-data tersebut penting untuk diteruskan secara akurat, lengkap, ringkas dan tepat waktu guna sebagai dasar dalam pengambilan keputusan bisnis. Selain itu, informasi yang diberikan oleh aplikasi EPCS dalam bentuk yang ramah pengguna (user friendly), mudah diakses, hemat biaya dan terlindungi dengan baik dari akses yang tidak sah.
Beberapa modul terbaru yang direlease antara lain (1) Upkeep and Harvesting System yang berfungsi untuk merecord data penugasan dan proses panen, (2) Absensi Wajah yang berfungsi sebagai absensi melalui deteksi wajah, (3) Asistensi Keluar dan Masuk untuk merekam semua aktivitas penugasan, (4) Penugasan dan Transfer RKH, (5) Penghitungan Buah (Bunch Counting), (6) Pembuatan SPB (Surat Pengantaran Buah), dan (7) Mutu Ancak yaitu pemeriksaan kualitas dari setiap ancak pemanen maupun infield setelah melakukan pemanenan. Pemeriksaan meliputi buah tinggal pokok, buah tinggal path, brondolan piringan, brondolan path dan pelepah sengkleh, dan (8) Checklist Perlengkapan
Sebagai pionir dalam pengembangan aplikasi perkebunan, eKomoditi Indonesia berharap industri kelapa sawit Indonesia mampu menjawab kampanye hitam minyak sawit di beberapa negara Uni Eropa. Penggunaan aplikasi digital dapat diandalkan untuk melacak (traceable) minyak sawit hingga ke level perkebunan sebagai sumber utama minyak sawit tersebut. Dalam hal ini, diperlukan langkah maju yang akan menampilkan data bagaimana minyak sawit bermula, mulai dari hulu hingga menjadi produk-produk yang dipajang di supermarket.